TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA --- Staf
Khusus Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dita Indah Sari
mengatakan, pihaknya sudah jauh-jauh hari menuntut pemerintaah Malaysia,
meminta penjelasan atas tewasnya tiga Tenaga Kerja Indonesia, yang
tubuhnya penuh jahitan, dan diduga menjadi korban penjualan organ.
Ketiga TKI itu berasal dari Desa Pancor Kopong Pringgasela Selatan
dan Pengadangan, Lombok Timur, NTB. Mereka adalah Herman (34), Abdul
Kadir Jaelani (25), dan Mad Noon (28).
Dita dalam pernyataan tertulisnya kepada tribun, Selasa 24/4/2012)
menegaskan, Kepolisian Kerajaan Malaysia mengatakan bahwa ketiganya
ditembak karena melakukan perlawanan saat dipergoki akan merampok.
"Namun yang kita kejar adalah apakah tindakan penembakan itu memang
harus dilakukan, apakah sudah sesuai prosedur yang digariskan. Kenapa
tidak ditembak di kaki, jika benar mereka melawan," katanya.
Jika terlihat ada indikasi pihak Kepolisian Malaysia tidak
profesional dan sembrono, menurutnya Pemerintah Indonesia akan
menyampaikan protes keras atas kebrutalan ini, dan minta agar
pihak-pihak yang bersangkutan dihukum sepantasnya.
Kemenakertrans menurutnya menerima informasi bahwa ketiga korban
adalah TKI yang ikut program PATI (Pendatang Asing Tanpa Izin). Mereka
bekerja namun berdokumen alias ilegal, lalu diikutkan dalam program,
yang intinya mendata secara resmi dan memulihkan ijin tinggal bagi TKI
tersebut.
Salah seorang TKI menurut Dita memang punya ijin kerja, namun sudah
kadaluarsa sejak 2009. Lainnya berstatus TKI namun tidak ada dokumen
sama sekali.
Lebih lanjut ia mengatakan majikan ketiga korban tidak tetap,
tergantung ada tidaknya proyek pembangunan. Pada umumnya, TKI yang
bekerja di sektor konstruksi memang berstatus TK Mandiri, atau berangkat
tanpa melalui perusahaan penempatan.
"Atau bisa juga mereka adl TK ilegal yang bekerja di Malaysia karena
ikut saudaranya atau kenalannya yang sudah lebih dulu bekerja di situ,"
ujarnya.
Dita mengatakan pihak Kemenakertrans turut berduka yang dalam kepada istri, orang tua dan anak para korban.
Saat ini, pemerintah tengah menunggu permintaan resmi dari keluarga
korban soal otopsi ulang. Begitu ada surat resmi, maka BNP2TKI akan
memfasilitasinya.
"Kami harap permintaan itu bisa disampaikan scepatnya agar ada
clearance terhadap kasus ini sehingga keluarga korban dapat mendapatkan
kepastian dan publik pun dapat memperoleh informasi yang akurat,"
tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar